ORASI ILMIAH: Santun Berbahasa dalam Pusaran Medsos

Assalamualaikum wr.wb

Perkenankan saya menyampaikan hasil tulisan ilmiah, yang mungkin bisa menjadi refleksi bagi kita semua.

Kegiatan berbahasa tidak sekedar menuangkan ide, gagasan ataupun pendapat kepada orang lain, tetapi lebih dari itu berbahasa harus memperhatikan aspek-aspek yang mendukung dalam mencapai tujuan berbahasa. Salah satu aspek tersebut adalah pemahaman terhadap sikap bahasa yang baik atau santun. Namun terkadang kita  merasa prihatin dengan bahasa yang digunakan anak-anak saat ini semakin jauh dari kesantunan.  Kata-kata tersebut muncul saat anak-anak usia SD berkomunikasi dengan temannya di kelas bahkan pernah dilontarkan saat berchatting melalui instagram dengan teman kelasnya.  Penggunaan bahasa di media sosial tidak memiliki aturan sehingga para remaja bahkan anak-anak dengan seenaknya menggunakan bahasa-bahasa tersebut di media sosial. Bahasa-bahasa seperti bahasa slang, bahasa prokem, dan bahasa gaul semakin menemukan tempatnya pada media sosial. Kasus lain adalah banyak terjadinya peristiwa bullying di sekolah yang dilakukan antar sesama pelajar menggambarkan sudah terkikisnya kesantunan berbahasa anak-anak kita.

Di media sosial youtube misalnya salah seorang youtuber ternama dengan video yang didalamnya menggunakan kata-kata kurang pantas. Hal ini yang menjadi kegelisahan tersendiri bagi para guru yang mendidik anak-anak usia SD ketika anak-anak melihat video  youtuber tersebut. Hal ini mungkin akan berbeda ketika video Bayu Skak ini dilihat oleh seorang dewasa, karena yang dinikmati adalah konten lucunya terlepas dari kata-kata kasar yang digunakan. Sebenarnya penggunaan media sosial sendiri terdapat batasan usia yang harus dipatuhi. Seperti data yang dilansir oleh CNN Indonesia batasan usia minimal anak yang boleh menggunakan media sosial adalah sebagai berikut: Facebook 13+, Instagram 13+, Whats App 13+, Youtube 13+, Path 18+, Flickr 18+ dan lain sebagainya.

            Di samping penggunaan kata-kata yang kurang pantas, kesantunan berbahasa yang menjadi permasalahan berikutnya adalah bahasa yang digunakan anak-anak kepada orang yang lebih tua pun misalnya guru atau karyawan di sekolah masih menggunakan bahasa yang digunakan anak-anak kepada temannya. Sebagai contoh saat guru mengucapkan kalimat: Anak-anak ayo, meja kursinya dirapikan, ya!. Lalu si anak menjawab dengan kata-kata yang kurang pantas (sambil menunduk dan menggerutu). Dimungkinkan salah satunya kebiasaan berkomunikasi di media sosial. Berkomunikasi di media sosial tidak dapat diketahui dengan jelas antara usia si penutur dan lawan bicaranya seakan-akan semua itu sama baik dari sisi usia atau yang lainnya bahkan identitaspun yang ditampilkan juga bukan identitas yang sebenarnya karena media sosial merupakan dunia maya/ semu namun dampaknya di dunia nyata juga signifikan.  

Vygotsky memiliki pandangan tentang tahapan perkembangan bahasa, yaitu:

  1. More dependence, merupakan masa dimana kita tergantung pada orang atas bahasa dan kata; 2. Less dependence, tahap dimana kita dapat mulai mencari tau sendiri sehingga tidak terlalu membutuhkan orang lain;
  2. Internalization, merupakan tahap dimana kata-kata dapat terinternalisasi, jadi dapat lebih mudah terucap secara natural; 4. De-automatization, merupakan tahap dimana kita dapat menciptakan gaya bahasa sendiri dan

memiliki sense of language. Vygotsky lebih banyak menekankan peranan orang dewasa dalam memudahkan perkembangan bahasa si anak. Ketika anak usia SD masih dalam fase more dependece dan terus menerus mengikuti bahasa yang ada di media sosial maka dengan sendirinya juga akan berdampak pada perkembangan bahasanya.

Berdasarkan uraian tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk menyelidiki penggunaan media sosial terhadap kesantunan berbahasa siswa yang terjadi di SD Plus Al Kautsar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dengan menggunakan angket kombinasi (terbuka dan tertutup) dengan responden sebanyak 20 guru. Untuk menguatkan data digunakan metode kualitatif berupa wawancara dengan guru kelas.

Dari angket yang tersebar diperoleh data sebagai berikut:

Aspek Prosentase
Ya Tidak
Kesantunan berbahasa dengan teman di dalam kelas 40% 60%
Kesantunan berbahasa dengan kakak kelas 30% 70%
Kesantunan berbahasa dengan adik kelas 20% 80%
Kesantunan berbahasa dengan guru di sekolah 50% 50%
Kesantunan berbahasa dengan karyawan di sekolah 50% 50%

 

 Jika dibuat grafik, maka diperoleh sebagai berikut:

Hal ini membuktikan bahwa ternyata media sosial sangat berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anak usia SD yang masih dalam tahap more depence dimana lingkungan sosialnya memiliki peranan penting. Beberapa faktor lingkungan sosial yang mempengaruhinya antara lain: penggunaan media sosial, pengawasan dari orang tua, dan tentunya sekolah juga memiliki peranan penting untuk membantu perkembangan bahasa anak. Hal ini dikarenakan di sekolah anak-anak sebagai anggota suatu masyarakat kecil yang harus mengerjakan sejumlah tugas dan mengikuti sejumlah aturan yang menegaskan dan membatasi perilaku, perasaan dan sikap mereka.  

Penelitian ini akan memberikan banyak manfaat dikarenakan media sosial dapat memberikan pengaruh dalam perkembangan bahasa anak-anak. Mulai saat ini marilah kita lebih peduli terhadap penggunaan media sosial yang belum tepat untuk anak-anak yang masih mengalami perkembangan bahasa di tingkat awal. Dikarenakan kedudukan bahasa menjadi sangat penting bukan hanya sebagai sarana komunikasi namun juga dapat menjadi sarana pembentuk karakter/ tingkah laku seseorang.

Demikian orasi ilmiah dari saya, semoga bermanfaat bagi kita semua.

Wallohulmuwaffiq ila aqwamit thoriq. Wassalamualaikum Wr.Wb

 

Penulis: RETNO WIJAYANTI, S.Pd 

 

 

 

 

           

 

Leave a Reply